Seseorang mengangkat kedua tangannya dan mengucapkan Allahu Akbar ketika memulai shalat, ini dinamakan takbiratul ihram. Takbiratul ihram termasuk rukun shalat, shalat tidak sah tanpanya. Dalil bahwa takbiratul ihram adalah rukun shalat adalah hadits yang dikenal sebagai hadits al musi’ shalatuhu, yaitu tentang seorang shahabat yang belum paham cara shalat, hingga setelah ia shalat Nabi bersabda kepadanyaارجِعْ فَصَلِّ فإنك لم تُصلِّ“Ulangi lagi, karena engkau belum shalat”Menunjukkan shalat yang ia lakukan tidak sah sehingga tidak teranggap sudah menunaikan shalat. Kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengajarkan shalat yang benar kepadanya dengan bersabdaإذا قُمتَ إلى الصَّلاةِ فأسْبِغ الوُضُوءَ، ثم اسْتقبل القِبْلةَ فكبِّر…“Jika engkau hendak shalat, ambilah wudhu lalu menghadap kiblat dan bertakbirlah…” HR. Bukhari 757, Muslim 397Menujukkan tata cara yang disebutkan Nabi tersebut adalah hal-hal yang membuat shalat menjadi sah, diantaranya takbiratul ulama mengatakan, dinamakan dengan takbiratul ihram karena dengan melakukannya, seseorang diharamkan melakukan hal-hal yang sebelumnya halal, hingga shalat selesai. Sebagaimana hadits,مفتاح الصلاة الطهور وتحريمها التكبير وتحليلها التسليم“Pembuka shalat adalah bersuci wudhu, yang mengharamkan adalah takbir dan yang menghalalkan adalah salam” HR. Abu Daud 618, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi DaudSebagaimana kita ketahui, ketika dalam keadaan shalat, kita diharamkan berbicara, makan, minum dan lain-lain hingga shalat mengganti ucapan Allahu Akbar?Ukuran suara takbirBagaimana takbirnya orang bisu?Mengangkat Kedua TanganBentuk Jari-Jari Dan Telapak TanganUkuran TinggiTakbir Dulu Atau Angkat Tangan Dulu?Bolehkah mengganti ucapan Allahu Akbar?Mengganti ucapan takbiratul ihram, misalnya dengan الله أجلُّ /Allahu Ajall/ atau الله أعظمُ /Allahu A’zham/ atau lafadz-lafadz lain, hukumnya haram, walaupun masih berupa lafadz pujian dan pengagungan terhadap Allah. Karena lafadz takbir itu tauqifiyyah, ditetapkan oleh dalil. Menggantinya dengan lafadz lain adalah perbuatan bid’ para ulama berselisih pendapat jika lafadz takbir menggunakan ucapan الله الأكبرُ /Allahul Akbar/. Sebagian ulama, semisal Imam Abu Hanifah dan Imam Asy Syafi’i, menganggapnya sah. Imam Syafi’i menyatakan bahwa alif lam dalam lafadz tersebut hanya tambahan tidak mengubah lafadz dan makna Shifatu Shalatin Nabi, 58. Demikian juga perihal mengganti lafadz Allahu Akbar dengan bahasa selain benar, semua itu menyelisihi sunnah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Tidak boleh mengganti lafadz takbir dengan selain الله أكبرُ. Karena hadits-hadits yang menyebutkan tentang lafadz takbir dalam shalat, disebutkan hanya lafadz الله أكبرُ. Misalnya haditsإنَّهُ لا تتمُّ صلاةٌ لأحدٍ منَ النَّاسِ حتَّى يتوضَّأَ فيضعَ الوضوءَ مواضعَهُ ثمَّ يقولُ اللَّهُ أَكبرُ“Tidak sempurna shalat seseorang sampai ia berwudhu, lalu ia membasuh air wudhu pada tempat-tempatnya, lalu ia berkata Allahu Akbar’” HR Abu Daud 857, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi DaudDan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabdaصلوا كما رأيتموني أصلي“Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat” HR. Bukhari 631, 5615, 6008Adapun bagi orang non-arab yang kesulitan atau tidak bisa melafalkan takbir, sebagian ulama seperti Syafi’iyyah, Hanabilah, Abu Yusuf membolehkan pelafalan takbir dengan bahasa lain. Sebagian ulama seperti Malikiyyah dan Al Qadhi Abu Ya’la berpendapat bahwa gugur baginya kewajiban takbiratul suara takbirTakbiratul ihram itu wajib diucapkan dengan lisan, tidak boleh hanya diucapkan di dalam hati. Lalu para ulama berselisih pendapat apakah dipersyaratkan suara takbir minimal dapat didengar oleh diri sendiri atau tidak. Sebagian ulama seperti Hanabilah mempersyaratkan demikian, yaitu suara takbir dapat didengar oleh sebelahnya atau minimal dapat didengar oleh si pengucap sendiri Syarhul Mumthi’, 3/20. Namun yang rajih, hal ini tidak dipersyaratkan. Syaikh Al Utsaimin mengatakan “Yang benar, tidak dipersyaratkan seseorang dapat mendengar suara takbirnya. Karena terdengarnya takbir itu zaaid objek eksternal dari pengucapan. Maka bagi yang meng-klaim bahwa hal ini diwajibkan, wajib mendatangkan dalil” Syarhul Mumthi’, 3/20.Bagaimana takbirnya orang bisu?Orang bisu atau orang yang memiliki gangguan fisik sehingga tidak bisa berkata-kata, maka ia cukup bertakbir di dalam hati. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan “Karena perkataan Allahu Akbar itu mencakup ucapan lisan dan ucapan hati. Tidaklah lisan seseorang mengucapkan Allahu Akbar kecuali pasti hatinya mengucapkan dan memaksudkannya dalam hati. Sehingga jika seseorang terhalang untuk mengucapkannya, yang wajib baginya adalah cukup dengan mengucapkan dengan hatinya” Syarhul Mumthi’, 3/20Namun para ulama berbeda pendapat apakah orang tersebut harus menggerakan bibirnya sambil mengucapkan di dalam hati? Sebagian ulama seperti Syafi’iyyah tetap mewajibkan menggerakkan bibir, karena yang dinamakan al qaul dalam bahasa arab, itu disertai dengan gerakan bibir. Dan jika seseorang terhalang untuk bertakbir secara sempurna, maka wajib baginya bertakbir sesuai kemampuan yang ia miliki, termasuk menggerakkan bibir. Sebagian ulama seperti Malikiyyah, Hanabilah dan Hanafiyyah tidak mewajibkan, karena gerakan bibir bukanlah tujuan namun sarana atau wasilah untuk mengucapkan takbir. Sehingga ketika seseorang terhalang untuk melakukan pengucapan, maka gugur pula sarananya. Dan sekedar gerakan bibir itu tidak teranggap dalam syari’at Syarhul Mumthi’, 3/20, Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 19/92.Mengangkat Kedua TanganPara ulama bersepakat bahwa disyar’iatkan mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram. Dalilnya haditsأنَّ النبيَّ صلّى الله عليه وسلّم كان يرفعُ يديه حذوَ مَنكبيه؛ إذا افتتح الصَّلاةَ، وإذا كبَّرَ للرُّكوع، وإذا رفع رأسه من الرُّكوع“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya ketika memulai shalat, ketika takbir untuk ruku’ dan ketika mengangkat kepada setelah ruku’, beliau mengangkat kedua tangannya setinggi pundaknya” HR. Bukhari 735Namun mereka berselisih pendapat mengenai hukumnya. Sebagian ulama mengatakan hukumnya wajib, seperti Al Auza’i, Al Humaidi, Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim. Dalil mereka adalah karena hadits-hadits menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam selalu mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram. Sedangkan beliau bersabdaصلوا كما رأيتموني أصلي“Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat”Namun pendapat ini tidak tepat, karena banyak tata cara shalat yang beliau selalu lakukan seperti duduk tawarruk, duduk iftirasy, berdoa istiftah, dll namun tidak wajib hukumnya. Bahkan ini semua tidak dinilai wajib oleh ulama yang mewajibkan mengangkat tangan ketika takbiratul ihram. Sehingga ada idthirad kegoncangan dalam pendapat ini. Yang benar, Ibnul Mundzir telah menukil ijma ulama bahwa mengangkat tangan ketika takbiratul ihram itu hukumnya sunnah Shifatu Shalatin Nabi, 63-67.Bentuk Jari-Jari Dan Telapak TanganJari-jari direnggangkan, tidak terlalu terbuka dan juga tidak dirapatkan. Berdasarkan hadits كان إذا قام إلى الصلاة قال هكذا – وأشار أبو عامر بيده ولم يفرج بين أصابعه ولم يضمها “Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika shalat beliau begini, Abu Amir perawi hadits mengisyaratkan dengan gerakan tangannya, beliau tidak membuka jari-jarinya dan tidak merapatkannya” HR. Ibnu Khuzaimah 459, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni KhuzaimahUntuk telapak tangan, sebagian ulama seperti Ibnul Qayyim, At Thahawi, Abu Yusuf dan sebagian besar Hanabilah menganjurkan mengarahkan telapak tangan lurus ke arah kiblat ketika mengangkat kedua tangan, berdalil dengan hadits إذا استفتح أحدُكم الصلاةَ فليرفع يديْهِ ، وليستقبل بباطنِهما القِبلةَ“Jika salah seorang kalian memulai shalat hendaklah mengangkat kedua tangannya, lalu hadapkan kedua telapak tangannya ke arah kiblat” HR. Al Baihaqi dalan Sunan Al Kubra 2/27, dalam Silsilah Adh Dha’ifah 2338 Al Albani berkata “dhaif jiddan”Dan ada beberapa hadits yang semakna namun tidak ada yang shahih. Adapun hadits dari Wa’il bin Hujr radhiallahu’anhuلأنظرن الى صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم قال فلما افتتح الصلاة كبر ورفع يديه فرأيت إبهاميه قريبا من أذنيه“Sungguh aku menyaksikan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat, ketika beliau memulai shalat beliau bertakbir lalu mengangkat kedua tangannya sampai aku melihat kedua jempolnya dekat dengan kedua telinganya” HR. An Nasa-i 1101, dishahihkan Al Albani dalam Sunan An Nasa-ibukan merupakan dalil yang sharih akan perbuatan ini. Namun memang terdapat atsar shahih dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuانه كان اذا كبر استحب ان يستقبل بإبهامه القبلة“Ibnu Umar biasanya ketika bertakbir beliau menyukai menghadapkan kedua ibu jarinya ke arah kiblat” HR. Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqat 4/157, dinukil dari Shifatu Shalatin Nabi, 63Sebagian ulama berdalil dengan keumuman keutamaan menghadap kiblat di luar dan di dalam ibadah. Diantaranya seperti ayatقَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ“Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya” QS. Al Baqarah 144Juga hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallamالبيتِ الحرامِ قبلتِكم أحياءً وأمواتًا“Masjidil Haram adalah kiblat kalian ketika hidup maupun ketika mati” HR. Abu Daud 2875Hadits ini diperselisihkan keshahihannya dan secara umum ini adalah pendalilan yang tidak sharih tegas. Oleh karena itu, yang rajih insya Allah, mengarahkan kedua telapak tangan ke kiblat ketika takbiratul ihram itu boleh dilakukan sebagaimana perbuatan Ibnu Umar radhiallahu’anhu namun tidak sampai disunnahkan Shifatu Shalatin Nabi, 63-66.Ukuran TinggiKedua tangan diangkat setinggi pundak atau setinggi ujung telinga. Berdasarkan haditsكان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلمَ إذا قام إلى الصلاةِ يرفعُ يديه حتى إذا كانتا حذوَ مِنكَبيه“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika shalat beliau mengangkat kedua tangannya sampai setinggi pundaknya” HR. Ahmad 9/28, Ahmad Syakir mengatakan “sanad hadits ini shahih”Juga haditsكانَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا افتتحَ الصلاةَ رفع َيدَيهِ حتى تكوناَ حَذْوَ أُذُنَيهِ“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika memulai shalat beliau mengangkat kedua tangannya sampai setinggi kedua telinganya” HR. Al Baihaqi 2/26Juga hadits dari Malik bin Huwairits radhiallahu’anhu أنه رأى نبي الله صلى الله عليه وسلم . وقال حتى يحاذي بهما فروع أذنيه “Ia melihat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam shalat, ia berkata tangannya diangkat sampai setinggi pangkal telinganya” HR. Muslim 391, Abu Daud 745Ini adalah khilaf tanawwu’ perbedaan variasi, maka seseorang boleh memilih salah satu dari cara yang ada. Bahkan yang lebih utama terkadang mengamalkan yang satu dan terkadang mengamalkan yang lain, sehingga masing-masing dari sunnah ini tetap lestari dan diamalkan ulama memperinci ukuran tersebut, yaitu bagian bawah telapak tangan setinggi pundak, atau bagian atas telapak tangan setinggi pangkal telinga. Namun yang tepat, dalam hal ini perkaranya luas, yang mengangkat kedua telapaknya tangan sampai sekitar pundak atau sampai sekitar telinga tanpa ada batasan tertentu itu sudah melakukan yang disunnahkan oleh Nabi lihat Syarhul Mumthi, 3/31. Adapun praktek sebagian orang yang meyakini bahwa kedua telapak tangan harus menyentuh daun telinga, ini tidak ada asalnya sama sekali Shifatu Shalatin Nabi, 63.Takbir Dulu Atau Angkat Tangan Dulu?Menurut Malikiyyah dan Syafi’iyyah, takbir berbarengan dengan mengangkat tangan. Sedangkan Hanafiyyah dan salah satu pendapat Syafi’iyyah, mengangkat tangan itu sebelum takbir. Sebagian ulama Hanafiyah juga berpendapat mengangkat tangan itu setelah takbir. Yang benar, perkara ini masih bisa ditolerir, artinya boleh mengangkat tangan dahulu sebelum takbir, boleh setelah takbir dan dibolehkan juga berbarengan dengan takbir. Karena semua ini pernah dipraktekkan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam Ashlu Sifati Shalatin Nabi, 193-199.Dalil sebelum takbirHadits dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuكان رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذا قام إلى الصلاة؛ رفع يديه حتى تكونا حذو منكبيه ثم كبَّر“Pernah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika shalat beliau mengangkat kedua tangannya sampai keduanya setinggi pundak, lalu bertakbir” HR. Muslim 390Hadits dari Abu Humaid As Sa’idi radhiallahu’anhuكان رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذا قام إلى الصلاة؛ يرفع يديه حتى يحاذي بهما منكبيه، ثميكبر“Pernah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika shalat beliau mengangkat kedua tangannya sampai keduanya setinggi pundak, lalu bertakbir” HR. Abu Daud 729 dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi DaudDalil bersamaan dengan takbirHadits dari Ibnu Umar Radhiallahu’anhuرأيت النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ افتتح التكبير في الصلاة، فرفع يديه حين يكبر حتى يجعلهماحذو منكبيه، وإذا كبَّر للركوع؛ فعل مثله“Aku melihat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memulai shalatnya dengan takbir. Lalu beliau mengangkat kedua tangannya ketika bertakbir hingga keduanya setinggi pundak. Jika beliau hendak ruku, beliau juga melakukan demikian” HR. Bukhari 738Hadits Malik Ibnul Huwairits radhiallahu’anhuأن رسول الله كان إذا صلى ، يرفع يديه حين يكبر حيال أذنيه ، وإذا أراد أن يركع ، وإذا رفع رأسه من الركوع“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya jika shalat beliau mengangkat kedua tangannya ketika bertakbir hingga sampai setinggi kedua telinganya. Beliau lakukan itu juga ketika hendak ruku’ atau hendak mengangkat kepada dari ruku’” HR. An Nasa-i 879, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan Nasa-iDalil setelah takbirHadits dari Abu Qilabah,أنه رأى مالك بن الحويرث ، إذا صلى كبر . ثم رفع يديه . وإذا أراد أن يركع رفع يديه . وإذا رفع رأسه من الركوع رفع يديه . وحدث ؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يفعل هكذا“Ia melihat Malik bin Al Huwairits radhiallahu’anhu jika shalat ia bertakbir, lalu mengangkat kedua tangannya. Jika ia ingin ruku, ia juga mengangkat kedua tangannya. Jika ia mengangkat kepala dari ruku, juga mengangkat kedua tangannya. Dan ia pernah mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga melakukan seperti itu” HR. Muslim 391Semoga yang sedikit ini Shalatin Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, Syaikh Abdul Aziz bin Marzuq Ath Tharifi, cetakan Maktabah Darul MinhajAsy Syarh Al Mumthi’ Ala Zaadil Mustaqni, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Asy SyamilahAl Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah, Kementrian Agama Kuwait, Asy SyamilahAshlu Shifati Shalatin Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Asy Syamilah—Penulis Yulian PurnamaArtikel
- У հιζомዙмил ጊጁν
- Χιбрα տеψ
- Θвсէ гуթ
- Итираմ μонтεህ ускеተичоዕа
Meninggalkanrukun shalat ada dua bentuk. Pertama: Meninggalkannya dengan sengaja. Dalam kondisi seperti ini shalatnya batal dan tidak sah dengan kesepakatan para ulama. Kedua: Meninggalkannya karena lupa atau tidak tahu. Di sini ada tiga rincian, Jika mampu untuk mendapati rukun tersebut lagi, maka wajib untuk melakukannya kembali.
loading...Perkara-perkara yang membatalkan sholat wajib dipelajari setiap muslim agar ibadah sholat tidak menjadi sia-sia. Foto ilustrasi/ist Perkara yang membatalkan sholat wajib diketahui setiap muslim. Hal ini penting dipelajari agar sholat kita benar-benar diterima di sisi Allah. Dalam Hadis disebutkan, sholat merupakan amal ibadah yang pertama yang kali dihisab oleh Allah pada hari Kiamat. Jika sholatnya baik maka baiklah seluruh amalannya. Apabila sholatnya buruk maka buruk pula amalan lainnya. Berikut 12 perkara yang membatalkan sholat dijelaskan dalam Kitab Sulam Al-Munajat karya Syaikh Nawawi Al-Bantani. 1. Hilangnya Salah Satu dari 12 Syarat Sholat Hilangnya salah satu dari 12 syarat shalat, baik sengaja meskipun dipaksa, lupa atau tidak tahu. Sebab masalah ini termasuk Khithab Wad'i, yaitu firman Allah yang berkaitan dengan menjadikan sesuatu sebagai sebab atau syarat atau penghalang atau sah atau tidak Hilangnya Salah Satu dari 19 Rukun Sholat Hilangnya salah satu dari 19 rukun shalat dengan sengaja. Sebab apabila salah satu rukunnya tidak ada, maka tidak disebut shalat. Bila lupa, maka harus segera dilakukan bila ingat. Bila tidak dilakukan, maka harus memulai shalat dari muka. Sesuatu yang dilakukan setelah rukun yang dilupakan tidak diperhitungkan karena terjadi di selain tempatnya, kecuali setelah rukun yang dilupakan itu. Bila rukun tersebut dia lakukan, maka dia meneruskan sholatnya. Bila dia yakin bahwa dia belum melakukan satu sujud dari rakaat terakhir, pada akhir shalatnya atau setelah salamnya dan sebelum terkena najis yang tidak ma'fu dan belum lama, maka dia harus melakukan sujud itu dan mengulangi tasyahhudnya. Bila sujud yang dilupakan dari selain rakaat terakhir, maka dia harus melakukan satu Menambahkan Rukun Fi'liyahPerkara yang membatalkan sholat selanjutnya yaitu menambahkan rukun fi'liyah. Misalnya menambahkan Ruku' atau sujud, meskipun tanpa thumakninah atau menambahkan rakaat. Atau mendatangkan niat atau takbiratul ihram di tengah-tengah shalat atau melakukan salam pada selain tempatnya, padahal dia tahu kalau hal itu dilarang. Hal tersebut membatalkan shalat bagi orang yang sengaja karena dia dianggap bermain-main. Sedangkan orang yang lupa dan orang yang tidak tahu larangan karena baru saja masuk Islam atau dia hidup di hutan yang jauh dari ulama, shalatnya tidak batal. Demikian juga apabila makmum menambah rukun karena mengikuti imamnya. Apabila menambahkan rukun dilakukan karena lupa atau seseorang menambahkan selain rukun tersebut yakni rukun fi'li selain takbiratul ihram baik dengan sengaja atau lupa, maka shalatnya tidak batal menurut pendapat yang ashah. Contohnya mengulangi Surat Al-Fatihah dan mengulangi Tasyahhud tanpa alasan. Namun dia sunnah melakukan sujud sahwi jika melakukan sesuatu yang bila disengaja membatalkan Melakukan Gerakan Sekali Dengan Keras Atau 3 Kali BerturutMelakukan gerakan sekali namun keras misalnya satu lompatan keras dan satu pukulan keras. Atau gerakannya tidak keras, namun bertujuan main-main. Misalnya lompatan yang tidak keras dan tepuk tangan, meskipun tidak dengan memukulkan dua telapak tangan. Atau melakukan gerakan tiga kali yang berturut-turut meskipun dengan beberapa anggota badan apabila mandiri, baik sengaja, lupa atau karena tidak tahu namun tidak dimaafkan. Hal tersebut membatalkan, sebab memutuskan urutan shalat dan memberi kesan berpaling dari Makan Atau Minum Meskipun SedikitPerkara kelima yang membatalkan sholat adalah makan sedikit atau minum sedikit dengan sengaja meski dipaksa. Baik dengan mengunyah atau tanpa mengunyah, meskipun biasanya benda itu tidak dimakan, misalnya debu. Contohnya minum sedikit adalah cairan gula dan ludah yang bercampur dengan lainnya. Apabila seseorang makan minum karena lupa bahwa dia sedang shalat atau tidak tahu haramnya makan minum dan dia baru saja masuk Islam atau hidup jauh dari ulama, maka sholatnya tidak batal karena makanan minuman yang sedikit menurut adat. Dan batal shalatnya bila makanan minuman itu banyak, sebab makanan minuman yang banyak memutuskan urutan shalat, meskipun tidak membatalkan puasa bila lupa. Perbedaan antara shalat dan puasa adalah gaya shalat itu dapat mengingatkan orang yang lupa, sedangkan puasa tidak demikian. Di samping itu, shalat mempunyai beberapa perbuatan yang tertata, sedangkan perbuatan yang banyak memutuskannya. Lain halnya puasa, di mana perbuatan banyak tidak berpengaruh Melakukan Sesuatu yang Membatalkan Orang Puasa Selain Makan MinumPerkara berikutnya adalah melakukan sesuatu yang membatalkan orang puasa selain makan minum. Yakni ada benda masuk ke dalam rongganya, misalnya dia memasukkan kayu ke dalam lobang Memutuskan NiatPerkara berikutnya memutuskan niat. Misalnya berniat keluar dari shalat, baik seketika atau setelah satu rakaat misalnya. Lain halnya berniat melakukan hal yang membatalkan shalat, maka shalat tidak batal, kecuali bila dilakukan. Orang puasa bila berniat keluar dari puasanya, puasanya tidak batal menurut pendapat yang rajih. Demikian juga orang yang berwudhu, bila dia berniat keluar dari wudhunya, maka wudhunya tidak batal. Namun sisanya membutuhkan niat. Perbedaannya adalah shalat itu lebih sempit, maka lebih terpengaruh oleh perbedaan Menggantungkan Batalnya Sholat dengan Sesuatu yang Terjadi Menggantungkan batalnya shalat dengan sesuatu yang terjadi di dalamnya atau mungkin terjadi dan tidak terjadi di dalam shalat. Misalnya berniat bila Zaid datang, maka aku membatalkan shalat atau niat sejenisnya. Maka shalat batal Bimbang Apakah Akan Membatalkan Sholat atau Tidak Perkara berikutnya, bimbang apakah akan membatalkan shalat atau tidak. Misalnya saat shalat tiba-tiba ada keperluan, lalu bimbang apakah akan menghentikan shalat atau meneruskannya. Maka shalat batal seketika. Yang dimaksudkan bimbang adalah ragu-ragu yang berlawanan dengan Bimbang Mengenai Hal yang Diwajibkan dalam NiatPerkara kesepuluh yaitu bimbang mengenai hal yang diwajibkan dalam niat. Misalnya bimbang apakah yang diniatkan sholat Zuhur atau Ashar. Atau bimbang mengenai sebagian hal yang diwajibkan dalam Takbiratul Ihram. Misalnya bimbang apakah dia Takbiratul Ihram saat menghadap kiblat ataukah setelah berdiri?Bimbang mengenai syarat shalat juga membatalkan shalat, misalnya thaharah. Bimbang di atas membatalkan shalat bila waktunya lama menurut adat, yaitu waktu untuk membaca atau waktunya tidak lama, namun dia melakukan rukun fi’li atau gauli. Dengan demikian dapat diketahui, bila waktunya bimbang tidak lama dan tidak melakukan rukun sama sekali, yakni dia ingat segera, maka bimbang tidak apa-apa. 11. Memutuskan Rukun Fi'li Demi SunnahMemutuskan rukun fi'li demi sunnah. Misalnya, orang yang berdiri dari sujud kedua karena lupa tahiyat awal, kemudian dia kembali duduk untuk membaca tahiyat awal setelah dia bangkit dan bisa disebut berdiri. Hal ini membatalkan sholat jika dia tahu bahwa kembali itu haram dan sengaja. Maka shalatnya batal karena dia menambah duduk tanpa alasan. Lain halnya memutuskan rukun gauli demi sunat, misalnya memutuskan Al-Fatihah demi membaca ta'awwudz atau Iftitah, maka tidak haram dan hanya makruh. Apabila kembali karena lupa bahwa dia sedang shalat atau lupa haramnya kembali duduk, maka tidak batal shalatnya. Namun dia harus kembali berdiri segera bila ingat dan disunnahkan Sujud Sahwi karena hal itu membatalkan shalat bila disengaja. Demikian juga shalatnya tidak batal bila dia tidak tahu haramnya hal tersebut menurut pendapat yang rajih meskipun dia berbaur dengan ulama. Sebab masalah ini termasuk hal yang samar bagi orang awam. Bila seseorang lupa Qunut, lalu ingat saat sujud, maka batal shalatnya bila dia kembali berdiri untuk qunut. Apabila kembali qunut sebelum sempurna sujudnya, yaitu belum sempurna meletakkan ke tujuh anggota badan sujud, maka shalatnya tidak batal, sebab dia belum melakukan fardlu. 12. Tetap Melakukan Rukun Bila Yakin Belum MelakukannyaPerkara berikutnya yaitu tetap melakukan rukun bila yakin belum melakukan rukun sebelumnya atau bimbang apakah rukun itu telah dilakukan atau belum. Dengan syarat waktunya lama menurut adat, yaitu minimal thumakninah. Dia harus kembali untuk melakukan rukun yang dia yakini belum dilakukannya, terkecuali bila dia makmum yang tidak berniat mufaragah keluar dari jamaah, maka dia harus menambahkan satu rakaat setelah imamnya salam. Dia tidak boleh kembali untuk melakukan rukun tersebut, sebab dia harus mengikuti imamnya. Namun apabila yang belum dilakukan itu satu sujud atau thumakninahnya dari rakaat terakhir, sedangkan dia tasyahud bersama imamnya, maka dia harus kembali sujud sebagaimana dikutip Ahmad Al-Maihid dari hukum di atas harus diketahui oleh setiap muslim dan harus dipelajarinya, meskipun dengan bepergian ke negeri yang jauh. Allah berfirman وَمَا كَانَ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ لِيَنۡفِرُوۡا كَآفَّةً ؕ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِنۡ كُلِّ فِرۡقَةٍ مِّنۡهُمۡ طَآٮِٕفَةٌ لِّيَـتَفَقَّهُوۡا فِى الدِّيۡنِ وَ لِيُنۡذِرُوۡا قَوۡمَهُمۡ اِذَا رَجَعُوۡۤا اِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُوۡنَArtinya "Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi ke medan perang. Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya." QS. At-Taubah Ayat 122Demikian hal-hal yang membatalkan sholat dalam Kitab Sulam Al-Munajat. Semoga kita diberi kemudahan mempelajari syariat dan fiqih sholat. Wallahu A'lam Baca Juga rhsDalamsujud hendaklah membaca doa sujud tilawah sebagai berikut : "Sajada wajhiya lilladzi khalaqahu wa shawwarahu wa syaqqa sam'ahu wabasarahu bihaulihi wa quwwatihi tabarakallahu ahsanul - Salah satu sunah ketika membaca atau mendengarkan lantunan Alquran, lalu menemukan ayat sajdah, seorang muslim dianjurkan untuk melakukan sujud tilawah. Sujud tilawah dapat dilakukan di dalam salat atau di luar salat, tergantung waktu menemukan ayat sajdah tersebut. Jika dilakukan dalam salat, ketika membaca ayat Alquran selepas Al-Fatihah, lalu menemukan ayat sajdah, ia disunahkan bersujud, lalu kembali berdiri untuk melanjutkan bacaan salatnya tadi. Kalau gerakan-gerakan salat saja bisa disela dan disisipi dengan sujud tilawah, apalagi dalam keadaan tidak sedang salat. Artinya, sujud tilawah ini pengerjaannya amat ditekankan dan hukumnya sunah muakkadah, sebagaimana dilansir dari Serba-Serbi Sujud Tilawah 2019 yang ditulis Maharati Marfuah. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surah Al-Isra ayat 107-109 sebagai berikut " ... Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Alquran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. Mereka berkata 'Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi'," Al-Isra [17] 107-109 Lalu, apa itu ayat sajdah? Ayat sajdah adalah ayat-ayat dalam Alquran yang menunjukkan perintah bersujud. Lazimnya, di mushaf Alquran, ada tanda tertentu seperti tulisan kata "sajdah" dengan tulisan Arab di pinggir halaman yang sebaris dengan ayatnya, atau adanya gambar seperti kubah kecil di akhir ayat. Siapa saja yang membaca atau mendengar lantunan ayat sajdah ini dianjurkan untuk bersujud tilawah. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda “Ketika anak adam membaca ayat as-sajdah kemudian ia bersujud, maka setan menyendiri dan menangis. Ia berkata, 'Celaka, anak Adam diperintah untuk bersujud dan ia pun bersujud maka baginya surga. Dan aku telah diperintah untuk bersujud namun aku menolak maka bagiku neraka'," Muslim. Contoh-contoh ayat sajdah dapat ditemukan pada surah Al-A'raf [7] ayat 206, surah Ar-Ra'd [13] ayat 15, surah An-Nahl [16] ayat 49, surah Al-Isra [17] ayat 107, surah Maryam [19] ayat 58, surah Al-Hajj [22] ayat 7 dan 18, dan lain sebagainya. Tata Cara Sujud Tilawah Dilansir dari NU Online, tata cara sujud tilawah dapat dilakukan dengan urutan berikut ini Dimulai dari posisi berdiri menghadap kiblat Takbiratul ihram, mengucapkan takbir Turun sujud Bangun dari sujud lalu diam sejenak Bangun, meneruskan salat Jika sujud tilawah dilakukan dalam salat Melakukan salam Jika sujud tilawah dilakukan di luar salat Bacaan sujud tilawah dapat dilafalkan sebagai berikut سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ Bacaan latinnya “Sajada wajhiya lil ladzî khalaqahû wa shawwarahû wa syaqqa sam’ahû wa basharahû bi haulihî wa quwwatihî.”Artinya "Aku meletakkan wajahku, bersujud kepada Tuhan yang menciptakannya, membentuknya, menyusun pendengarannya, penglihatannya, dengan kekuatan dan kuasa-Nya."Baca juga Macam-Macam Sujud, Bacaannya dan Tata Cara Mengerjakannya Bacaan Sujud Sahwi Serta Tata Cara Praktiknya Tata Cara Sujud Syukur dan Bacaan Doanya - Pendidikan Kontributor Abdul HadiPenulis Abdul HadiEditor Dhita Koesno e Rukun Sujud Tilawah Adapun rukun sujud ilawah adalah: 1. Niat 2. Takbiratul ihram. 3. Sujud satu kali dengan diawali bacaan takbir 4. Duduk setelah sujud dengan tuma'ninah tanpa membaca tasyahud 5. Salam f. Tata Cara Sujud Tilawah Tata cara sujud ilawah ada dua macam, yaitu: 1. Sujud ilawah yang dilakukan di luar śalat.